Menentukan Struktur Anekdot

Hukum Penjara Seumur Hidup untuk Pencuri Ikan

 

Ada seorang nelayan muda yang baru saja dijebloskan ke dalam penjara.

 

Pada hari pertama ia mendekam di penjara, napi sebelahnya menanyakan perihal kenapa ia sampai dipenjara :
Napi : “Kamu masih muda kok sudah masuk penjara, kejahatan apa yang telah kamu lakukan?”
Nelayan : “Saya hanya mencuri ikan”
Napi : “Terus kamu divonis berapa tahun?”
Nelayan : “Hanya divonis hukuman seumur hidup dengan masa percobaan 2 tahun.”

 

Dengan rasa heran, si napi itu menanyakan lebih jauh lagi karena ini terbilang aneh
Napi : “Cuman mencuri ikan kamu bisa dihukum seberat ini? Memang ikan apa yang telah kamu curi? Paus langka?”
Nelayan : “Begini, aku mencoba membom ikan di dalam waduk dengan sebuah detonator atau bom kecil. Kemudian berhasil, ada 3 ekor ikan mengambang di permukaan air setelah alat yang saya gunakan meledak”
Napi : “Wah kalau cuman itu harusnya beberapa hari saja, tidak sampai seumur hidup dong?!”
Nelayan : “Belum selesai, permasalahannya adalah setelah ikan yang mengapung, tak lama kemudian ada 2 mayat penyelam yang ikut mengapung!”

 

Napi : “Wahahaha pantas saja kamu masuk penjara, ternyata tidak hanya ikan yang berhasil kamu bom. Bahkan penyelam yang tak bedosa saja ikut terkena bom”

 

Gelak tawa mereka mulai mereda. Setelah perbincangan singkat mengenai perihal si nelayan muda masuk penjara dan divonis seumur hidup mereka melanjutkan perbincangan dengan pembahasan lain.

 

 

Struktur

Abstraksi

Ada seorang nelayan muda yang baru saja dijebloskan ke dalam penjara.

Orientasi 

Pada hari pertama ia mendekam di penjara, napi sebelahnya menanyakan perihal kenapa ia sampai dipenjara :
Napi : “Kamu masih muda kok sudah masuk penjara, kejahatan apa yang telah kamu lakukan?”
Nelayan : “Saya hanya mencuri ikan”
Napi : “Terus kamu divonis berapa tahun?”
Nelayan : “Hanya divonis hukuman seumur hidup dengan masa percobaan 2 tahun.”

Krisis

Dengan rasa heran, si napi itu menanyakan lebih jauh lagi karena ini terbilang aneh
Napi : “Cuman mencuri ikan kamu bisa dihukum seberat ini? Memang ikan apa yang telah kamu curi? Paus langka?”
Nelayan : “Begini, aku mencoba membom ikan di dalam waduk dengan sebuah detonator atau bom kecil. Kemudian berhasil, ada 3 ekor ikan mengambang di permukaan air setelah alat yang saya gunakan meledak”
Napi : “Wah kalau cuman itu harusnya beberapa hari saja, tidak sampai seumur hidup dong?!”
Nelayan : “Belum selesai, permasalahannya adalah setelah ikan yang mengapung, tak lama kemudian ada 2 mayat penyelam yang ikut mengapung!”

Reaksi 

Napi : “Wahahaha pantas saja kamu masuk penjara, ternyata tidak hanya ikan yang berhasil kamu bom. Bahkan penyelam yang tak bedosa saja ikut terkena bom”

Koda 

Gelak tawa mereka mulai mereda. Setelah perbincangan singkat mengenai perihal si nelayan muda masuk penjara dan divonis seumur hidup mereka melanjutkan perbincangan dengan pembahasan lain.

 

 

Mengukur Kedalaman Banjir Memakai Badan

 

Banjir merupakan fenomena alam yang kerap terjadi di beberapa kota besar di Indonesia khususnya ibu kota tercinta, Jakarta. Pada tahun 2015 kemarin menjadi berita utama di berbagai media berita. Banyak sekali yang meliput mengenai betapa memperihatikannya kondisi area yang terkena banjir.

 

Namun dalam peliputan berita, para jurnalis kerap mengalami kesulitan dalam melakukan pelaporan banjir besar yang melanda, karena orang Jakarta tidak mengukur dengan satuan ‘centimeter’, ‘meter’, dan ‘inchi’. Tapi menggunakan ukuran sendiri, yaitu dengan ukuran ‘mata kaki’, ‘dengkul’, ‘betis’, ‘pinggang’, bahkan ‘dada’!. 

 

Apalah daya si jurnalis tersebut, mau tidak mau ia harus tetap melaporkan berita sesuai pemikirannya. 

 

Akhirnya liputan mengenai banjir tetap bisa terlaksana dengan baik dengan menggunakan ukuran centimeter.

Struktur

Abstraksi

Banjir merupakan fenomena alam yang kerap terjadi di beberapa kota besar di Indonesia khususnya ibu kota tercinta, Jakarta. Pada tahun 2015 kemarin menjadi berita utama di berbagai media berita. 

Orientasi

Banyak sekali yang meliput mengenai betapa memperihatikannya kondisi area yang terkena banjir.

 

Krisis

Namun dalam peliputan berita, para jurnalis kerap mengalami kesulitan dalam melakukan pelaporan banjir besar yang melanda, karena orang Jakarta tidak mengukur dengan satuan ‘centimeter’, ‘meter’, dan ‘inchi’. Tapi menggunakan ukuran sendiri, yaitu dengan ukuran ‘mata kaki’, ‘dengkul’, ‘betis’, ‘pinggang’, bahkan ‘dada’!. 

Reaksi 

Apalah daya si jurnalis tersebut, mau tidak mau ia harus tetap melaporkan berita sesuai pemikirannya. 

Koda 

Akhirnya liputan mengenai banjir tetap bisa terlaksana dengan baik dengan menggunakan ukuran centimeter.

Leave a Reply